“Apapun
pekerjaan yang kita kerjakan janganlah gengsi walaupun title yang kita raih
sudah tinggi asalkan pekerjaan itu halal dan menghasilkan uang” ujar seorang
gadis perantau dari salah satu kabupaten
di pulau Sumatra yang berjuang hidup ditengah kerasnya kota Depok ini memiliki
nama Dita Supriyeti. Ya, panggil saja beliau Mba Dita. Mba Dita yang mempunyai
keturunan Lampung dan Betawi ini sudah merantau dari sejak SMA hingga saat ini.
Banyak likuk pikuk kehidupan yang telah ia alami semenjak berpisah dengan
orangtuanya yang tinggal di Lampung Barat perbatasan Bengkulu.
Siang hari setelah saya selesai kuliah saya beranjak pergi ke tempat berjualan mba Dita di jl.Margonda depan kampus D Gunadarma, Depok. Terlihat ia sedang sibuk melayani pelangan-pelanggan setianya. Mba Dita adalah salah seorang pengusaha yang terjun di dalam usaha kuliner ini sudah tergolong sukses. Ia memasarkan jajanan Es Pisang Ijo dengan varian rasa dan harga yang berbeda. Es Pisang Ijo buatan mba Dita ini sangat banyak peminatnya. Setelah usai melayani pelanggan setianya, mba Dita meluangkan waktu untuk berbagi cerita tentang bagaimana perjalanan hidupnya untuk bertahan hidup hingga saat ini.
Berawal dari kehidupan yang keras
di tengah kota Depok yang sudah terbawa gaya hidup Ibukota, saya bertanya
kepada mba Dita tentang pahit manis yang dialami saat menjual Es Pisang Ijo “Saya berjualan es pisang ijo ini kurang
lebih sudah 1 tahun, dan banyak sekali pahit manis yang dirasakan. Seperti hal
nya jika barang yang kita jual tidak habis terjual. Sejak awal saya berjualan
ini, saya agak susah memasarkannya agar jualan saya habis dengan target yang
sudah ada, tapi sekarang saya bersyukur banyak pelanggan setia yang selalu
datang untuk membeli es pisang ijo” ujar gadis yang berusia 27 tahun ini.
Ya, perjuangan mba Dita tidaklah mudah, ia harus bertahan agar makanan yang ia
jual habis terjual dengan penuh pengorbanan.
Mba Dita mulai membuka tokonya pada pukul 10.00 pagi dan tutup setelah
habis sekitar jam 16.00 sore. Mba Dita yang bertempat tinggal di Citayam setiap
harinya harus menyetir motor demi berjualan es pisang ijo di Margonda. “saya memilih jualan es pisang ijo di sini
karena perhitungan ekonomi yang bisa dibilang cukup maju, letak dan pasar yang strategis membuahkan hasil
yang lebih menguntungkan” jelas mba Dita yang ditanya alasan mengapa
berjualan di Depok dibandingkan berjualan di Citayam yang berjarak jauh dari
kediamannya. “Di daerah saya banyak orang-orang pendatang dan bekerja diluar
citayam, rata-rata alasan mereka mungkin sama dengan saya, karena hasil yang
didapat bisa lebih besar walaupun sebanding dengan capek yang dirasakan”
ucap mba Dita saat saya bertanya tentang kondisi ekonomi di daerahnya. Kemasyarakatan
disana nyaman, tentram, dan damai “untungnya
saya berada dalam lingkupan yang lingkungannya bisa saling bekerja sama dan
saling tolong menolong” ujar seorang Sarjana lulusan Universitas Kristen
Indonesia jurusan Perbankan. Jaman
sekarang banyak sekali orang yang gengsi untuk melakukan usaha atau pekerjaan
mulai dari nol, maka dari itu banyak pengangguran-pengangguran yang berceceran
dimana-mana dengan title yang tinggi, karena menurut mereka pekerjaan yang
mereka kerjakan tidak setara dengan title yang mereka miliki “agar indonesia bisa mengurangi angka
pengangguran dan bisa menjadi negara dengan rata-rata pendapatan yang besar,
maka kita harus menciptakan lapangan kerja atau berfikir untuk berusaha agar
semua tidak menjadi pengangguran dan dapat menambah rata-rata pendapatan negara
Indonesia” ujar mba Dita setelah saya menanyakan bagaimana pendapat tentang alat masa depan untuk memajukan
kesejahteraan ekonomi rakyat Indonesia.
Ya, sangat banyak pengalaman yang
bisa kita dapat dari seorang pengusaha sukses yang terjun di dalam usaha kuliner.
“Bapak dan Ibu saya ajarannya disiplin
dan pantang mundur, jalani kerasnya hidup yang semakin berat dan lakukan yang
terbaik untuk negri ini” ujar mba Dita sambil menutup toko es pisang ijo
nya yang sudah habis laris terjual.
No comments:
Post a Comment